Fungsi Agama
Ø Fungsi agama dalam masyarakat

1.      Fungsi Edukatif
Fungsi yang pertama ini adalah fungsi secara dasar-dasar hukum agama yang menyuruh/mengajak para pemeluknya untuk berbuat baik dan melarang untuk berbuat hal-hal buruk. Sehingga para pemeluknya merasa takut untuk berbuat dosa. Dan akan terbiasa dengan perilaku baik dan meninggalkan perilaku buruk.

2.      Fungsi Penyelamat
Fungsi ini adalah fungsi perspektif masing-masing agama. Setiap agama menjamin bahwa pemeluknya akan masuk surga bila melakukan perbuatan baik dan mengikuti seluruh ajaran agama tersebut. Maka setiap pemeluk agama pastinya mendambakan surga dan berlomba-lomba untuk berbuat baik.

3.      Fungsi Perdamaian
Fungsi ini memberikan kedamaian pada orang yang bersalah ataupun berdosa. Setiap individu ataupun kelompok pasti pernah melakukan dosa. Maka mereka akan mencapai kedamaian batin melalui bertaubat dan mengubah cara hidup mereka.

4.      Fungsi Kontrol Sosial
Fungsi ini membentuk penganutnya makin memperhatikan masalah-masalah sosial seperti, kemiskinan, ketidak adilan, kemaksiatan, dll. kepekaan ini juga yang mendorong kita tidak bisa melihat hal-hal diatas dan membiarkannya begitu saja.

5.      Fungsi Pembaharuan
Fungsi ini dapat merubah kehidupan pribadi ataupun kelompok menjadi kehidupan baru yang lebih baik. Agama terus-menerus dapat mempengaruhi perubahan nilai dan moral bagi kehidupan masyarakat dan bernegara.
Dilihat dari fungsi-fungsi diatas, agama selalu memberikan fungsi positif kepada para pemeluknya dalam kehidupan bermasyarakat. Kecuali adanya provokasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk memecah belah kehidupan sosial masyarakatnya.





Ø    Menyebutkan dimensi komitmen agama
Perkembangan iptek mempunyai konsekuensi penting bagi agama.Sekulerisai cenderung mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan. Kebanyakan agama yang menerima nilai- nilai institusional baru adalah agama-agama aliran semua aspek kehidupan.
Dimensi komitmen agama menurut Roland Robertson:
1.      Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
2.      Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
3.      Dimensi pengetahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
4.      Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
5.      Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.


Pelembagaan Agama
Ø 3 Tipe kaitan agama dengan masyarakat

1.   Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral
Tipe ini menggambarkan sekelompok orang yang menganut kepercayaan serta kelompok agama yang sama sehigga tipe ini disebut sebagai tipe yang kecil, terisolasi dan terbelakang.

2.   Masyarakat pra-industri yang sedang berkembang
Tipe yang lebih baik dr tipe sebelumnya. Terlihat dari berbagai macam acara atau upacara dalam merayakan suatu acara keagamaan serta adanya perkembangan teknologi yang mendominasi ketimbang tipe pertama serta jauh dari kesan terisolasi.

3.   Masyarakat industri sekular
Tipe ini mencirikan masyarakat industri yang semakin tinggi dalam bidang teknologi, sehingga watak masyarakat sekular tidak terlalu mementingkan agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan agama lainnya yg seharusnya dilakukan tetapi kini mulai berkurang.
Namun, terlepas dari hubungan antar agama dan masyarakat yg memang tidak bisa dilepaskan begitu saja, agama bisa menjadi faktor konflik yang sering terjadi di kalangan masyarakat. Disatu sisi, agama yang dianutnya merupakan keyakinan yang bermoral sedangkan disatu sisi yang tidak menganut keyakinannya menganggap keyakinannya menjadi sumber konflik.
John Effendi mengatakan bahwa agama pada satu waktu mampu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persaudaraan serta persatuan, namun pada satu waktu yang lain agama bisa menjadi sesuatu yang menyebabkan konflik, bahkan tak jarang seperti yg dicatat dalam sejarah dan peperangan.
Fakta yang terjadi dalam masyarakat, adalah masyarakat menjadi media yang paling sering dijadikan tempat untuk menyebarkan berbagai macam konflik dan salah satunya adalah agama.
Jadi, hubungan agama dengan masyarakat itu kaitannya sangat erat. Dari lahir pun kita sudah diperkenalkan dengan agama kita. Contohnya bagi yang beragama islam, sejak kita lahir dari rahim seorang ibu, kita sudah dibacakan adzan dan iqamat di telingan kanan dan kiri kita.

Ø Menjelaskan tentang pelembagaan agama

Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama akan sukar memahami masyarakat. Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat dunia dan di akhirat. Dalam perjuangannya tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin.
Agama menjadi salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial,  merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia,  keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Dan terbentuklah organisasi keagamaan untuk mengelola masalah keagamaan. Yang semula terbentuk dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi kegamaan yang terlembaga.
Lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, ide- ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Tampilnya organisasi agama akibat adanya kedalaman beragama, dan mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dan sebagainya.


Agama, Konflik dan Masyarakat
Ø Contoh-contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat

Agama dalam satu sisi dipandang oleh pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai, sementara di sisi lain dianggap sebagai sumber konflik. Menurut Afif Muhammad “Agama acap kali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”.

Sebagaimana yang disinyalir oleh John Effendi yang menyatakan bahwa “Agama pada sesuatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan persaudaraan.” Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang seperti dicatat dalam sejarah menimbulkan peperangan.

Sebagaimana pandangan Afif Muhammad, Betty R. Scharf juga mengatakan bahwa agama juga mempunyai dua wajah. Pertama, merupakan keenggaran untuk menyerah kepada kematian, menyerah dan menghadapi frustasi. Kedua, menumbuhkan rasa permusuhan terhadap penghancuran ikatan-ikatan kemanusiaan.

Fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa “Masyarakat” menjadi lahan tumbuh suburnya konflik. Bibitnya pun bermacam-macam. Bahkan, agama bisa saja menjadi salah satu faktor pemicu konflik yang ada di masyarakat itu sendiri.










Referensi