Sengketa
wilayah antara Indonesia – Republik Palau
Republik
Palau adalah sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik, 200 km sebelah utara
wilayah provinsi Papua Barat, 255 km sebelah timur wilayah provinsi Maluku
Utara, 500 km sebelah timur wilayah provinsi Sulawesi Utara dan 500 km sebelah
timur negara Filipina. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan
1350.50” BT. Negara ini merdeka pada
tahun 1994 dari Wilayah Perwalian Kepulauan Pasifik yang diperintah Amerika
Serikat. Palau terdiri dari 8 pulau utama dan sedikitnya 250 pulau kecil. Negara
ini merupakan negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2. Palau memiliki iklim
tropis dengan suhu rata-rata tahunan 82 ° F (28 ° C). Curah hujan tinggi
sepanjang tahun, rata-rata 150 inci (3.800 mm). Kelembaban rata-rata 82% dan hujan
sering turun antara bulan Juli-Oktober.
Topan
jarang terjadi, karena Palau terletak di luar zona topan utama. Topan terkuat
yang melanda Palau sejak pencatatan akurat adalah Topan Haiyan pada tahun 2013.
Peringatan evakuasi dikeluarkan bagi para penduduk Kayangel. Sebuah gelombang
badai merusak beberapa rumah. Meskipun warga menolak untuk mengungsi, tidak ada
laporan korban jiwa dari penduduk setempat.
Palau
adalah negara kecil kepulauan tropika yang terletak di sekitaran khatulistiwa,
yang menyebabkan di kepulauan kecil ini terdapat beberapa blok hutan hujan
tropika yang kaya akan beragam jenis fauna. 10 buah pulau di negara ini
dijadikan cagar alam dan 3 buah lainnya dijadikan taman wisata dan taman
berburu.
Berdasarkan
konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan
pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis
pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan. Palau memiliki Zona
Perikanan yang diperluas (Extended
Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang
lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang
tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik
Palau. Akibat
hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang
dilakukan oleh para nelayan kedua pihak. Sehingga, perlu dilakukan perundingan
antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.
Berita tentang Indonesia – Republik Palau

Jayapura
̶ Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki
perairan yang berbatasan langsung dengan negara lain. Ada 10 negara tetangga
yang perairannya berbatasan langsung dengan wilayah Nusantara. Salah satunya
adalah Republik Palau.
Negara
ini merdeka pada tahun 1994 dari Wilayah Perwalian Kepulauan Pasifik yang
diperintah Amerika Serikat. Republik Palau berada di sebelah Timur Laut
Indonesia, dan batas lautnya dengan Pulau Mapia, Kabupaten Supiori, Papua.
Kepala
Badan Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri, Suzana Wanggai dalam pertemuan
dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Kamis (29/1) di Sasana Krida
Kontor Gubernur Dok II Jayapura, mengatakan batas maritin Indonesia-Republik
Palau di Kabupaten Supiori selama ini dilupakan oleh Pemerintah Indonesia.
Jadi,
perbatasan yang dibicarakan hanya RI-PNG, padahal masih ada batas maritim
antara RI-Republik Palau, tolong menjadi perhatian Pemerintah untuk secepatnya
menyelesaikan batas maritim antar kedua negara.
Sebab,
kata Zusana Wanggai, “Banyak nelayan Indonesia yang saat ini dipenjara di
Republik Palau. Bahkan banyak orang Papua juga ada di Palau, karena marga
mereka sama dengan orang Papua yang ada di Kabupaten Biak dan Raja Ampat.”
Untuk
itu, Zuzana Wanggai minta kepada Komite DPD RI untuk mendorong Pemerintah
secepatnya penetapan batas-batas maritim secara lengkap. Sebab, batas maritim sangat dibutuhkan untuk
memperoleh kepastian hukum yang dapat mendukung berbagai kegiatan kelautan,
seperti penegakan kedaulatan dan hukum di laut dan lainnya.
Jadi,
kalau belum adanya kesepakatan batas laut Indonesia dengan Negara tetangga
dapat menimbulkan permasalahan saling klaim wilayah pengelolaan, khususnya
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan.
Oleh
karena itu, Pemerintah Provinsi Papua dibawa kepemimpinan Gubernur dan Wakil
Gubernur Lukas Enembe-Klemen Tinal, sudah melakukan penjajakan kerja sama
dengan Negara-negara di kawasan pasifik. Jadi, mulai tahun ini kita sudah sudah
membuka kerja sama dengan negara-negara pasifik atau Negara-negara Melanesia
dan mikronesia (Republik Palau).
Kerja
sama ini dilakukan karena adanya hubungan budaya didalamnnya. “Kami telah
menjajaki kerja sama dengan Republik Palau dan tentunya sudah ada izin Menteri
Luar Negeri, dan kami juga sudah
komunikasi dengan Dubes RI di Philipina, karena Dubes Philipina masih membawahi
Republik Palau” Ujar Zusana Wanggai.
Zusana
Wanggai kembali menegaskan, “Pemerintah Pusat jangan melihat kerja sama yang
dilakukan Pemerintah Provinsi Papua dari sisi politiknya, karena kita ini ada
hubungan budaya antara satu dan lainnya. Dan kerjasama ini pun dapat
menguntungkan Pemerintah Provinsi Papua. Dimana, anak-anak Papua bisa kita
kirim untuk bekerja di berbagai Negara di kawasa Pasific” ucapnya.
Sementara
itu, Ketua Komite I DPD RI, Ahmad Subadri, mengakui jika aspirasi yang
disampaikan ini, tentu akan disampaikan dalam rapat anggota DPD RI, dan tentu
kita akan sampaikan kepada Kementerian terkait. “Karena kami dari DPD dibagi
menjadi tiga kelompok, dimana ada yang ke Papua, Kalimantan dan Nusa Tengga
Timur” katanya.
“Oleh
karena itu, saya mewakili anggota yang lain menyampaikan mohon maaf, tidak bisa
berkunjung ke semua perbatasan RI-PNG di Papua, karena keterbatasan waktu.
Tetapi kami janji akan menyampian aspirasi-aspirasi Papua kepada pemerintah
pusat. Jadi, bukan saja masalah perbatasan, masalah Otsus plus yang lagi diperjuangan Pemerintah
Provinsi Papua untuk mengganti UU Otsus Tahun 2001, tentu akan menjadi perhatian
dari DPD Komite I DPD RI” tutupnya.
Diketahui,
usai melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua yang dimpin Sekda
Papua, TEA. Heri Dosinaen, rombongan Komite I DPD RI langsung meninjau
perbatasan RI-PNG di Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura.
JAKARTA
̶ Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia
dalam sebuah pernyataan mengatakan, perwakilan Indonesia dan Palau telah
melakukan pertemuan guna membahas batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kedua
negara di Laut Filipina dan Samudera Pasifik. Pertemuan tersebut berlangsung
pada tengah pekan lalu.
"Kesepakatan
tersebut merupakan salah satu hasil pertemuan Preparatory Meeting to the Fifth Technical Meeting on Maritime
Boundaries Delimitation between the Republic of Indonesia and the Republic of
Palau yang dilakukan Tim Teknis Penetapan Batas Maritim Republik Indonesia
dan Republik Palau di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila, 30-31 Juli
2015," bunyi pernyataan Kemlu yang diterima Sindonews pada Minggu
(2/8/2015).
Menurut
Kemlu, pertemuan tersebut merupakan pertemuan kelima yang diadakan kedua negara
sejak pertama kali dimulai sejak tahun 2010. Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Octavino Alimudin, Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan Kemlu
RI, sedangkan delegasi Palau dipimpin oleh Ramon Rechebei, Special Envoy of the President of the Republic of Palau.
"Kedua
delegasi melakukan diskusi dan bertukar pandangan mengenai aspek-aspek teknis
dan hukum penetapan batas ZEE RI-Palau serta melakukan penjajakan untuk
mempercepat penyelesaian penetapan garis batas ZEE yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak," sambungnya.
"Pertemuan
berjalan baik dan lancar. Kedua delegasi sepakat untuk melanjutkan diskusi
teknis penetapan batas ZEE pada pertemuan selanjutnya yang akan diselenggarakan
di Manila pada minggu pertama atau ketiga bulan November 2015,"
pungkasnya.

Komentar :
1.
Perlu adanya perhatian khusus dari
pemerintah antara kedua belah pihak yang bersangkutan. Sehingga, tidak terjadi
lagi penangkapan nelayan satu sama lain.
2.
Adanya pertemuan kedua belah pihak cukup
meminimalisir masalah sengketa yang ada. Namun, kesepakatan bersama antara
kedua belah pihak dengan secepatnya harus diutamakan.
3.
Sengketa wilayah antara Indonesia dengan
Republik Palau ini sebisa mungkin tidak terjadi kembali di masa yang akan
datang.
Sumber
:
Social Plugin